Senin, 31 Desember 2012

Promosi dan Iklan Obral Sumpah

Ketahuilah, keuntungan, meski sedikit namun barokah, itu lebih disukai daripada keuntungan besar yang diperoleh dengan mengelabui pembeli melalui promosi dan iklan berbumbu sumpah palsu.


Demi meraih untung, tidak sedikit pedagang yang menghalalkan segala cara. Asalnya barangnya biasa-biasa saja, namun ia puji hingga melampaui batas. Tujuannya untuk mendongkrak omset penjualan atau meraih profit besar. Jadilah sebagiannya ia menggunakan sumpah palsu, atau sekadar mengelabui dengan promosi atau iklan yang membuat pembeli tertarik, padahal hakikatnya tidak ada. Ketahuilah, keuntungan, meski sedikit namun barokah, itu lebih disukai daripada keuntungan besar yang diperoleh dengan mengelabui.

Bersumpah untuk Melariskan Dagangan
Di antara cara untuk meraup kentungan dan larisnya dagangan, sebagian penjual membumbui promosinya dengan sumpah. Padahal kita harus hati-hati dari banyak bersumpah, karena Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina.” (QS. Al-Qolam: 10) Ayat tersebut memerintahkan kita untuk tidak mengikuti orang yang banyak bersumpah. (Lihat Tafsir Ath Thobariy, 23: 157)
Ditunjukkan pula sumpah dalam jual-beli dapat menghilangkan barokah. Dalam hadis dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
"Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis, (akan tetapi) menghapuskan keberkahan." (HR. Bukhari No. 2087 dan Muslim No. 1606)
Dari Abu Qotadah Al-Anshori, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan karena ia memang melariskan dagangan, namun malah menghapuskan keberkahan.” (HR. Muslim No. 1607).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata, “Hadis di atas berisi larangan banyak bersumpah dalam menjual dagangan. Karena sumpah tanpa ada hajat dihukumi terlarang. Tujuan sumpah ini hanya ingin melariskan dagangan, namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si pembeli dengan sumpahnya. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 11: 44)

Siksaan bagi yang Obral Sumpah
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَناً قَلِيلاً أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (-nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akherat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imran: 77)
Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ ، هُوَ عَلَيْهَا فَاجِرٌ ، لَقِىَ اللَّهَ وَهْوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Barangsiapa bersumpah guna mengambil sebagian harta seseorang, sedangkan sumpahnya itu adalah palsu, maka ia akan menghadap kepada Allah, sedangkan Allah murka kepadanya.” Kemudian dibacakanlah firman Allah Ta’ala yang artinya, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (-nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.’” (HR. Bukhari No. 2356)
Pada riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih merinci dosa yang akan ditanggung pedagang yang bersumpah palsu dalam peniagaannya,
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَلاَ يُزَكِّيهِمْ ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ ، فَمَنَعَهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا ، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ ، وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً

“Tiga golongan manusia yang kelak pada Hari Kiamat, Allah tidak akan sudi memandang, dan menyucikan mereka sebagaimana mereka juga akan mendapat siksa yang pedih, yaitu orang yang memiliki kelebihan air di perjalanan, akan tetapi ia enggan untuk memberikannya kepada orang yang sedang melintasinya; orang yang berbai’at (janji setia) kepada seorang pemimpin, akan tetapi ia tidaklah berbai’at kecuali karena ingin mendapatkan keuntungan dunia, yaitu bila sang pemimpin memberinya harta, maka ia ridho dan bila sang pemimpin tidak memberinya harta, maka ia benci; orang yang menawarkan dagangannya seusai sholat Ashar, dan pada penawarannya ia berkata, “Sungguh, demi Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya, aku telah mendapatkan penawaran demikian dan demikian. Sehingga ada konsumen yang mempercayainya. 
Selanjutnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat, yang artinya:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (-nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.” (QS. Ali Imran: 77) (HR. Bukhari No. 2358)

Pelajaran dari Sikap Jujur
Semoga kisah berikut cukup untuk membangkitkan motivasi untuk senantiasa bersikap jujur pada setiap perniagaan yang kita jalani dan tidak mudah bersumpah. Bahkan dibuktikan dalam kisah ini, sikap tersebutlah yang menuai barokah. Semula barang laku dengan harga murah. Malah bisa meningkat karena meninggalkan sumpah dalam jual-beli.

Suatu hari, sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar menjual seorang budak dengan harga 800 Dirham perak. Pada perjanjian, sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar mensyaratkan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas segala cacat yang tidak ia ketahui (ketika akad). Selang beberapa hari, pembeli budak kembali dan menemuinya dan berkata, “Budak tersebut ternyata memiliki penyakit yang tidak engkau sebutkan kepadaku (di kala akad berlangsung).” Karena tidak dicapai kata sepakat, mereka berdua mengangkat perselisihan mereka ke Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Pembeli berkata, “Ia menjual kepadaku seorang budak yang cacat yang tidak ia sebutkan (ketika akad).”
 Sedangkan sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar menjawab, “Aku menjual budak itu dengan syarat aku terbebas dari segala cacat yang tidak aku ketahui.” Menanggapi persengketaan ini, Khalifah Utsman memutuskan agar ‘Abdullah bin ‘Umar bersumpah (di hadapannya) bahwa ketika akad jual-beli ia tidak mengetahui cacat yang dimaksud pada budak tersebut. Akan tetapi sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar enggan bersumpah, dan lebih memilih untuk mengambil kembali budak tersebut. Di kemudian hari, ia bisa menjual kembali budaknya itu kepada orang lain dan akhirnya laku terjual dengan harga 1.500 Dirham. (HR. Imam Malik, Abdurrazzaq, dan dinyatakan sahih oleh Al-Baihaqi, dan disetujui oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)

Nasihat Ulama
Dalam fatwa No. 19637 pertanyaan pertama, komisi fatwa Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad Daimah) menjelaskan, “Sumpah dalam menjual dan membeli terlarang secara mutlak, baik sumpah tersebut berisi kedustaan maupun kebenaran. Jika sumpah tersebut dusta, maka hukumnya jelas haram. Dosanya besar dan siksanya pun pedih, tergolong sumpah dusta. Namun jika maksud sumpah tadi ingin melariskan dagangan, maka ia dapat menghapuskan keberkahan dalam jual-beli dan keberkahan dari keuntungan.” 

Syaikhuna, Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan berkata, “Sumpah dusta (al-yamin ghomus) berisi sumpah dengan menyatakan bahwa barang ia beli adalah sekian dan sekian, disebut barang tersebut tidaklah cacat, dan semacamnya. Ini disebut yamin ghomus. Sumpah semacam ini termasuk dosa besar. Disebut ghomus karena ia sengaja menjerumuskan dirinya ke dalam dosa, lalu ke dalam neraka. Inilah sumpah yang sering terjadi pada orang-orang yang melakukan transaksi jual-beli. Mereka kadang mengelabui manusia dengan sumpah mereka hanya karena ingin mencari keuntungan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis, (akan tetapi) menghapuskan keberkahan.” Di sini disebutkan ancaman bagi orang yang hanya menjual atau mau membeli dengan sumpah. Inilah yang disebut yamin ghomus. Sumpah semacam ini tidak terdapat kafaroh. Tidak ada kafaroh berupa harta maupun perintah untuk puasa. Kafaroh (tebusannya) hanyalah bertaubat kepada Allah Ta’ala, benar-benar menyesal atas kesalahan yang telah diperbuat, dan tidak mengulangi sumpah semacam itu lagi.” (lihat Al-Muntaqo dari Fatawa Syaikh Sholih Al-Fauzan No. 418)

Jujur dalam Berpromosi dan Beriklan
Dari pelajaran sumpah dalam jual-beli di atas, kita bisa mengambil pelajaran mengenai pentingnya berlaku jujur dalam mempromosikan dan mengiklankan barang. Janganlah mengelabui pembeli, baik dengan sumpah palsu atau bukan, atau dengan kata-kata yang direka-reka, atau iklan yang terlalu berlebih-lebihan, sehingga membuat pembeli tertarik, padahal sebenarnya hanya blank statement. Jika kita bersikap jujur, tentu barokah yang akan datang. Sebaliknya, jika kita bersikap curang, dusta dan mengelabui orang, itu hanya menghapuskan barokah walau katanya mendapatkan keuntungan. Pelajaran ini bisa kita petik dari hadis Hakim bin Hizam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” (HR. Bukhari No. 2079 dan Muslim No. 1532)

Jika kita mau bersikap jujur dan meninggalkan dusta, maka niscaya Allah akan memberikan ganti lebih baik. Ingat hadits berikut, “Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, melainkan Allah akan memberimu pengganti yang lebih baik dari yang engkau tinggalkan.” (HR. Ahmad 5: 363, sanad-nya sahih, kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).

Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan pada setiap usaha kita. Wallahul muwaffiq. [Maktab Jaliyat Bathaa’, Riyadh-KSA, 2 Muharram 1433 H]

Edisi No. 34/Desember 2012
Oase
oleh :
Muhammad Abduh Tuasikal
www.majalah.pengusahamuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih