Promosi dan Iklan Obral Sumpah
Ketahuilah, keuntungan, meski sedikit namun barokah, itu lebih disukai
daripada keuntungan besar yang diperoleh dengan mengelabui pembeli
melalui promosi dan iklan berbumbu sumpah palsu.
Demi meraih untung, tidak sedikit pedagang yang menghalalkan segala
cara. Asalnya barangnya biasa-biasa saja, namun ia puji hingga melampaui
batas. Tujuannya untuk mendongkrak omset penjualan atau meraih profit
besar. Jadilah sebagiannya ia menggunakan sumpah palsu, atau sekadar
mengelabui dengan promosi atau iklan yang membuat pembeli tertarik,
padahal hakikatnya tidak ada. Ketahuilah, keuntungan, meski sedikit
namun barokah, itu lebih disukai daripada keuntungan besar yang
diperoleh dengan mengelabui.
Bersumpah untuk Melariskan Dagangan
Di antara cara untuk meraup kentungan dan larisnya dagangan, sebagian
penjual membumbui promosinya dengan sumpah. Padahal kita harus hati-hati
dari banyak bersumpah, karena Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi
hina.” (QS. Al-Qolam: 10) Ayat tersebut memerintahkan kita untuk tidak
mengikuti orang yang banyak bersumpah. (Lihat Tafsir Ath Thobariy, 23:
157)
Ditunjukkan pula sumpah dalam jual-beli dapat menghilangkan
barokah. Dalam hadis dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
"Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis, (akan
tetapi) menghapuskan keberkahan." (HR. Bukhari No. 2087 dan Muslim No.
1606)
Dari Abu Qotadah Al-Anshori, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan karena ia
memang melariskan dagangan, namun malah menghapuskan keberkahan.” (HR.
Muslim No. 1607).
Imam Nawawi Rahimahullah berkata, “Hadis di atas
berisi larangan banyak bersumpah dalam menjual dagangan. Karena sumpah
tanpa ada hajat dihukumi terlarang. Tujuan sumpah ini hanya ingin
melariskan dagangan, namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si
pembeli dengan sumpahnya. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 11:
44)
Siksaan bagi yang Obral Sumpah
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَناً
قَلِيلاً أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ
اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar
janji (-nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang
sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akherat, dan Allah
tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada
mereka pada Hari Kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi
mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imran: 77)
Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ ، هُوَ
عَلَيْهَا فَاجِرٌ ، لَقِىَ اللَّهَ وَهْوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ ،
فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ
اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Barangsiapa bersumpah guna
mengambil sebagian harta seseorang, sedangkan sumpahnya itu adalah
palsu, maka ia akan menghadap kepada Allah, sedangkan Allah murka
kepadanya.” Kemudian dibacakanlah firman Allah Ta’ala yang artinya,
‘Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (-nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.’” (HR. Bukhari No. 2356)
Pada riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih merinci dosa
yang akan ditanggung pedagang yang bersumpah palsu dalam peniagaannya,
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَلاَ
يُزَكِّيهِمْ ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ
بِالطَّرِيقِ ، فَمَنَعَهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ ، وَرَجُلٌ بَايَعَ
إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا ، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا
رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ ، وَرَجُلٌ أَقَامَ
سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ ، فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِى لاَ إِلَهَ
غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا ، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ،
ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ
وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Tiga golongan manusia yang kelak
pada Hari Kiamat, Allah tidak akan sudi memandang, dan menyucikan mereka
sebagaimana mereka juga akan mendapat siksa yang pedih, yaitu orang
yang memiliki kelebihan air di perjalanan, akan tetapi ia enggan untuk
memberikannya kepada orang yang sedang melintasinya; orang yang
berbai’at (janji setia) kepada seorang pemimpin, akan tetapi ia tidaklah
berbai’at kecuali karena ingin mendapatkan keuntungan dunia, yaitu bila
sang pemimpin memberinya harta, maka ia ridho dan bila sang pemimpin
tidak memberinya harta, maka ia benci; orang yang menawarkan dagangannya
seusai sholat Ashar, dan pada penawarannya ia berkata, “Sungguh, demi
Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya, aku telah mendapatkan
penawaran demikian dan demikian. Sehingga ada konsumen yang
mempercayainya.
Selanjutnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca
ayat, yang artinya:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (-nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit.” (QS. Ali Imran: 77)
(HR. Bukhari No. 2358)
Pelajaran dari Sikap Jujur
Semoga
kisah berikut cukup untuk membangkitkan motivasi untuk senantiasa
bersikap jujur pada setiap perniagaan yang kita jalani dan tidak mudah
bersumpah. Bahkan dibuktikan dalam kisah ini, sikap tersebutlah yang
menuai barokah. Semula barang laku dengan harga murah. Malah bisa
meningkat karena meninggalkan sumpah dalam jual-beli.
Suatu hari,
sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar menjual seorang budak dengan harga 800
Dirham perak. Pada perjanjian, sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar mensyaratkan
bahwa ia tidak bertanggung jawab atas segala cacat yang tidak ia ketahui
(ketika akad). Selang beberapa hari, pembeli budak kembali dan
menemuinya dan berkata, “Budak tersebut ternyata memiliki penyakit yang
tidak engkau sebutkan kepadaku (di kala akad berlangsung).” Karena tidak
dicapai kata sepakat, mereka berdua mengangkat perselisihan mereka ke
Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘anhu. Pembeli berkata, “Ia
menjual kepadaku seorang budak yang cacat yang tidak ia sebutkan (ketika
akad).”
Sedangkan sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar menjawab, “Aku menjual
budak itu dengan syarat aku terbebas dari segala cacat yang tidak aku
ketahui.” Menanggapi persengketaan ini, Khalifah Utsman memutuskan agar
‘Abdullah bin ‘Umar bersumpah (di hadapannya) bahwa ketika akad
jual-beli ia tidak mengetahui cacat yang dimaksud pada budak tersebut.
Akan tetapi sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar enggan bersumpah, dan lebih
memilih untuk mengambil kembali budak tersebut. Di kemudian hari, ia
bisa menjual kembali budaknya itu kepada orang lain dan akhirnya laku
terjual dengan harga 1.500 Dirham. (HR. Imam Malik, Abdurrazzaq, dan
dinyatakan sahih oleh Al-Baihaqi, dan disetujui oleh Al-Hafizh Ibnu
Hajar)
Nasihat Ulama
Dalam fatwa No. 19637 pertanyaan
pertama, komisi fatwa Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad Daimah) menjelaskan,
“Sumpah dalam menjual dan membeli terlarang secara mutlak, baik sumpah
tersebut berisi kedustaan maupun kebenaran. Jika sumpah tersebut dusta,
maka hukumnya jelas haram. Dosanya besar dan siksanya pun pedih,
tergolong sumpah dusta. Namun jika maksud sumpah tadi ingin melariskan
dagangan, maka ia dapat menghapuskan keberkahan dalam jual-beli dan
keberkahan dari keuntungan.”
Syaikhuna, Dr. Sholih bin Fauzan bin
‘Abdillah Al Fauzan berkata, “Sumpah dusta (al-yamin ghomus) berisi
sumpah dengan menyatakan bahwa barang ia beli adalah sekian dan sekian,
disebut barang tersebut tidaklah cacat, dan semacamnya. Ini disebut
yamin ghomus. Sumpah semacam ini termasuk dosa besar. Disebut ghomus
karena ia sengaja menjerumuskan dirinya ke dalam dosa, lalu ke dalam
neraka. Inilah sumpah yang sering terjadi pada orang-orang yang
melakukan transaksi jual-beli. Mereka kadang mengelabui manusia dengan
sumpah mereka hanya karena ingin mencari keuntungan.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sumpah itu akan menjadikan
barang dagangan menjadi laris manis, (akan tetapi) menghapuskan
keberkahan.” Di sini disebutkan ancaman bagi orang yang hanya menjual
atau mau membeli dengan sumpah. Inilah yang disebut yamin ghomus. Sumpah
semacam ini tidak terdapat kafaroh. Tidak ada kafaroh berupa harta
maupun perintah untuk puasa. Kafaroh (tebusannya) hanyalah bertaubat
kepada Allah Ta’ala, benar-benar menyesal atas kesalahan yang telah
diperbuat, dan tidak mengulangi sumpah semacam itu lagi.” (lihat
Al-Muntaqo dari Fatawa Syaikh Sholih Al-Fauzan No. 418)
Jujur dalam Berpromosi dan Beriklan
Dari pelajaran sumpah dalam jual-beli di atas, kita bisa mengambil
pelajaran mengenai pentingnya berlaku jujur dalam mempromosikan dan
mengiklankan barang. Janganlah mengelabui pembeli, baik dengan sumpah
palsu atau bukan, atau dengan kata-kata yang direka-reka, atau iklan
yang terlalu berlebih-lebihan, sehingga membuat pembeli tertarik,
padahal sebenarnya hanya blank statement. Jika kita bersikap jujur,
tentu barokah yang akan datang. Sebaliknya, jika kita bersikap curang,
dusta dan mengelabui orang, itu hanya menghapuskan barokah walau katanya
mendapatkan keuntungan. Pelajaran ini bisa kita petik dari hadis Hakim
bin Hizam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ حَتَّى
يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا
، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kedua
orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar)
selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling
terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi
tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling
menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada
transaksi itu.” (HR. Bukhari No. 2079 dan Muslim No. 1532)
Jika kita
mau bersikap jujur dan meninggalkan dusta, maka niscaya Allah akan
memberikan ganti lebih baik. Ingat hadits berikut, “Sesungguhnya
tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah Yang Maha
Agung lagi Maha Mulia, melainkan Allah akan memberimu pengganti yang
lebih baik dari yang engkau tinggalkan.” (HR. Ahmad 5: 363, sanad-nya
sahih, kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).
Semoga Allah senantiasa
memberikan keberkahan pada setiap usaha kita. Wallahul muwaffiq. [Maktab
Jaliyat Bathaa’, Riyadh-KSA, 2 Muharram 1433 H]
Edisi No. 34/Desember 2012
Oase
oleh :
Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih